Pembahasan Simultan RUU PIHU, Untuk Kepastian Hak Masyarakat
Politik
Senin, 28 Mei 2018Ina Parliament. Jakarta,
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaran Ibadah Haji dan Umrah (RUU PIHU) dilakukan simultan, dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan kepastian hak masyarakat, baik jemaah haji maupun umrah.
Menurut Marwan, selama ini masih terjadi kasus masyarakat yang dirugikan ketika melaksanakan ibadah umrah oleh travel umrah. Para travel umrah itu memanfaatkan psikologi masyarakat, karena antrean haji yang sangat panjang, akhirnya masyarakat lebih memilih umrah, dan ada travel yang berbuat curang kepada jemaahnya, salah satunya yang dilakukan oleh First Travel.
“Kita ingin peluang berbuat curang itu tertutup, baik hak-haknya sebagai jemaah yang harus dilayani atau sebagai penyetor dana,” tutur Marwan saat menjelaskan perkembangan pembahasan RUU PIHU Di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (28/5).
Menurut Marwan, pihaknya sebetulnya ingin memasukkan asuransi dalam penyelenggaraan umrah, sehingga jika ada kerugian yang dialami jemaah, bisa di-cover. Asuransi dimaksud adalah dana yang disetorkan dan diusahakan menjadi tanggung jawab travel. “Panja ingin masukkan itu tetapi belum tertampung dalam daftar inventarisasi masalah (DIM),” jelasnya.
Sedangkan masalah haji, pasal yang mengalami banyak perubahan adalah berkaitan dengan hak-hak layanan, baik sebelum, selama pelaksanaan, sampai jemaah kembali ke Tanah Air. Hal itu perlu disempurnakan, karena ada beberapa pertanyaan, seperti orang sakit yang menurut Kementerian Kesehatan tidak boleh berhaji, maka ditunda dulu.
Sementara, tambah Marwan, ada ayat suci Alquran yang menggariskan bahwa barangsiapa yang sudah berkemampuan, maka wajib berhaji. Menurut jemaah merasa sanggup, bahkan ada yang bercita-cita meninggal di Mekkah. Dalam UU PIHU yang lama, hal itu belum dibahas, terkait keinginan jemaah berangkat dan ketidakmampuan kesehatan.
Politisi PKB ini menambahkan, hal-hal yang mengatur kesehatan seperti itu akan dirumuskan dalam pasal, bagaimana bentuk pelayanan kepada jemaah yang mengalami sakit seperti ini. Termasuk masalah jemaah yang hilang, tetapi belum dibuat berita acaranya, sehingga keluarga masih berharap pulang, sementara dugaaan tidak pulang lantaran tidak ditemukan keberadaannya.
“Antara keinginan dan harapan jemaah pulang dan hak-hak waris keluarga tidak dapat diselesaikan. Ini harus dimuat dalam pasal-pasal, prosedur penyelesaiannya seperti apa. Kalau masih menunggu, maka harus ada batas waktu,” pungkas politisi dapil Sumut itu. (Q1Q1)
Komentar