Koordinasi Erat dengan Pemerintah dan OJK, Perry: BI Terus Dukung Proses Pemulihan Ekonomi
Ekonomi
Kamis, 04 Juni 2020Ina Parliament Jakarta : Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyampaikan koordinasi antara pemerintah termasuk Menteri Keuangan dengan Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu sangat-sangat erat untuk melakukan sinergi yang kuat pemulihan ekonomi dan terus dilakukan.
“Komitmen Bank Indonesia untuk bersinergi secara kuat bersama mendukung pemulihan ekonomi itu. Seluruh kebijakan Bank Indonesia kami memang arahkan untuk mendukung keberlangsungan maupun juga proses pemulihan ekonomi tadi,” ujar Gubernur BI saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas, Rabu (3/6).
Lebih lanjut, Gubernur BI mengungkapkan tiga hal sebagai berikut:
Pertama, koordinasi yang erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan juga OJK.
“Tahap-tahap stabilisasi dari ekonomi khususnya juga stabilisasi pasar keuangan alhamdulillah itu berjalan sangat baik. Bagaimana Ibu Menteri Keuangan dengan jajarannya, kami di Bank Indonesia, Pak Wimboh dengan jajarannya terus bersatu bahu untuk menstabilkan pasar keuangan kita, baik di pasar valas maupun juga pasar modal, termasuk juga pasar SBN,” imbuh Gubernur BI.
Dengan koordinasi yang erat, Gubernur BI sampaikan bahwa nilai tukar Rupiah yang dulu di awal-awal April pernah Rp16.400, sekarang diperdagangkan di Rp14.200. Ini tentu saja, lanjut Gubernur BI, akan masih dilihat peluang ke depan untuk nilai tukar Rupiah yang menguat.
“Ini tentu saja dari koordinasi yang erat antara kebijakan fiskal, moneter, maupun juga di bidang sektor keuangan yang mendukung stabilitas dan confidence dari pasar, confidence dari investor dalam dan luar negeri untuk ekonomi kita,” terang Gubernur BI.
Menurut Gubernur BI, inflasi juga rendah, 2,91%, atas koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia di pusat maupun di daerah. Ia menyebutkan bahwa yield SBN yang dulu pernah di atas 8%, pernah 8,08% kemarin dilelang terakhir juga sudah turun menjadi 7,2%.
“Demikian juga cadangan devisa kami juga terus meningkat dan insyaallah bulan ini juga akan meningkat. Nanti tanggal 8 Juni akan diumumkan posisi per akhir Mei 2020 yang lalu, nanti akan diumumkan yang jumlahnya lebih tinggi dari akhir bulan yang lalu,” jelas Perry.
Jadi tahap pertama, lanjut Gubernur BI, bahwa dalam proses pemulihan ekonomi, koordinasi yang erat antara Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan OJK telah menstabilkan pasar dan confidence investor semakin menguat, dan itu terlihat dari mulai masuknya arus modal asing, khususnya investasi portofolio di SBN yang dari minggu ke minggu BI juga meng-update progresnya.
Kedua, Bank Indonesia juga berkomitmen penuh untuk bagaimana APBN bisa berjalan diiimplementasikan secara baik, khususnya adalah dari sisi bagaimana pendanaan dari sumber-sumber pembiayaan dari APBN.
“Tadi Ibu Menteri Keuangan juga sudah menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan dan kami di BI juga sudah menyusun kesepakatan bersama bagaimana Bank Indonesia ikut membeli SBN dari Pasar Perdana yang kami juga sudah tanda tangani sejak 16 April 2020,” jelas Perry.
Sejak hari itu juga, menurut Perry, BI ikut di dalam lelang Pasar Perdana, baik sebagai non–competitive bidder, greenshoe option (GSO), maupun private placement.
Menurut Perry, sejak lelang tanggal 21 April, Bank Indonesia telah membeli SBN dari Pasar Perdana jumlahnya sekitar Rp26 triliun, termasuk yang kemarin itu adalah Rp2 triliun dari Rp24,3 triliun yang kemarin dimenangkan oleh Kementerian Keuangan.
Dengan confidence investor yang semakin besar, menurut Gubernur BI, semakin juga banyak investor asing yang membeli SBN di lelang perdana, kalau dilihat jumlah pembelian SBN yang dibeli oleh BI dari Pasar Perdana semakin lama semakin kecil, kapasitas absorpsi pasar itu semakin besar dan yield-nya, SBN-nya itu juga turun.
“Tadi kami sampaikan pernah 8,08% kemarin 7,2%. Kemarin bid yang masuk kalau tidak salah sekitar 104 5,2 kali dari target dan dimenangkan 24,3 di mana Bank Indonesia membeli sekitar Rp2,09 triliun,” kata Gubernur BI.
Intinya, lanjut Gubernur BI, koordinasi yang erat antara Kementerian Keuangan (dengan) Bank Indonesia untuk pendanaan APBN ini semakin lama juga menumbuhkan confidence dari pasar dan Bank Indonesia bersama Menteri Keuangan bagaimana juga bisa burden sharing untuk menurunkan beban dari SBN ini.
“Tentu saja pada waktunya Ibu Menteri Keuangan kalau ini nanti kalau sudah kita lakukan, setelah kita akan juga komunikasikan dalam bentuk kesepakatan bersama yang sedang kita finalkan di hari-hari terakhir ini,” ujarnya.
Bank Indonesia, ujar Perry, siap tidak hanya mengabsorpsi SBN yang diterbitkan di Pasar Perdana, kalau pasar memang tidak mencukupi untuk komitmen agar pendanaan dari APBN ini bisa berjalan dan karenanya dengan APBN ini, tentu bisa segera diimplementasikan, bisa memberikan stimulus ekonomi, dan juga bisa mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Ketiga, Bank Indonesia mendukung program-program pemulihan ekonomi termasuk untuk restrukturisasi dunia usaha dan restrukturisasi kredit, yang disampaikan Menteri Keuangan.
“Tentu saja Pak Wimboh Ketua OJK nanti bisa memberikan penjelasan mengenai restrukturisasi kreditnya. Tapi dalam konteks ini yang kami jelaskan bahwa pendanaan likuiditas untuk restrukturisasi dunia usaha dan restrukturisasi kredit dan sebagainya sesuai dengan PP Nomor 23 tahun 2020, tentu saja bank-bank akan memenuhinya dari Repo SBN yang mereka miliki ke Bank Indonesia,” jelas Gubernur BI.
Ini, menurut Perry, tugasnya Bank Indonesia untuk menyediakan dana likuiditas bagi perbankan untuk mendukung keberhasilan dari program restrukturisasi kredit yang dilakukan sebagai bagian dari program pemulihan ekonomi.
Dalam kesempatan, Gubernur BI sampaikan bahwa bank-bank secara keseluruhan itu memang mempunyai SBN sejumlah sekitar Rp880-an triliun.
“Rp886,0 triliun ini, dimana di antaranya sejumlah Rp520-an triliun itu direpokan ke Bank Indonesia untuk pendanaan restrukturisasi dunia usaha dan kredit sebelum nanti memerlukan penempatan dana dari pemerintah,” imbuh Gubernur BI.
Secara keseluruhan, lanjut Gubernur BI, sebagian besar bank itu bisa memenuhi dana likuiditas dari repo tadi dan tentu saja penempatan dana dari Pemerintah memang diperlukan bagi sejumlah bank.
Dalam konteks seperti ini, Gubernur BI sampaikan Menteri Keuangan juga sudah menjelaskan bagaimana Bank Indonesia juga bisa burden sharing untuk suku bunga penempatan pemerintah di perbankan.
“Pada waktunya nanti akan kami sampaikan. Tapi kami sampaikan di sini bahwa Bank Indonesia itu siap, bahkan juga bagaimana meminimalkan sekecil mungkin beban dari suku bunga yang nanti diperlukan untuk pemerintah mendukung dari pemulihan ekonomi,” jelasnya.
Kepada perbankan, lanjut Perry, sebagaimana tindak lanjut dari keputusan RDG 18-19 (Mei) 2020 yang lalu, Bank Indonesia juga akan memberikan jasa giro bagi giro wajib minimum dari bank-bank di Bank Indonesia yang sekarang tidak ada suku bunganya, BI akan memberikan suku bunga 1,5% terhadap giro wajib minimum di bank-bank yang ada di Bank Indonesia.
“Dan kami akan berikan 1,5% jasa giro atas giro wajib minimumnya dan kami berlakukan kepada semua bank. Ini bagian dari bentuk bagaimana dukungan Bank Indonesia tidak hanya likuiditas tetapi juga burden sharing untuk mendukung pemulihan ekonomi,” terangnya.
BI, menurut Perry, mendukung penuh Menteri Keuangan atas APBN ini sehingga bisa melakukan secara lebih baik program pemulihan ekonomi, termasuk di dalamnya program-program untuk restrukturisasi dunia usaha dan kredit.
“Dan Bank Indonesia siap untuk mendukung penuh dengan berbagai instrumen kebijakan, dan juga bagaimana sama-sama kita gotong royong untuk mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut,” pungkas Gubernur BI. (Humas)
Komentar