Ini 5 Peraturan OJK Tangani Dampak Covid-19.
Ekonomi
Senin, 27 April 2020Ina Parliament Jakarta : Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan lima Peraturan OJK (POJK) sebagai tindak lanjut kewenangan OJK dalam pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020. POJK ini untuk mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong tetap bergeraknya roda perekonomian nasional untuk menghadapi dampak Virus Korona (Covid-19). Poin penting pada 5 POJK yang ditetapkan tanggal 21 April 2020 oleh OJK, adalah sebagai berikut: 1. POJK Nomor 14/POJK.05/2020 Tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 Bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank POJK ini merupakan ketentuan lanjutan bagi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) dalam melakukan kebijakan relaksasi yang sebelumnya telah disampaikan melalui surat Kepala Eksekutif Pengawasan IKNB kepada pelaku usaha IKNB. POJK Covid-19 IKNB ini antara lain memuat ketentuan mengenai pemberian restrukturisasi pembiayaan bagi debitur yang terkena dampak COVID-19 dan berbagai ketentuan lain seperti: Batas waktu penyampaian laporan berkala; Pelaksanaan penilaian kemampuan dan kepatutan; Penetapan kualitas aset berupa Pembiayaan dan restrukturisasi Pembiayaan; Perhitungan tingkat solvabilitas perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah; Perhitungan kualitas pendanaan dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun manfaat pasti; Pelaksanaan ketentuan pengelolaan aset sesuai usia kelompok peserta (life cycle fund) bagi dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun iuran pasti. 2. POJK Nomor 15/POJK.04/2020 Tentang Rencana Dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka POJK ini merupakan perubahan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Terbuka. POJK ini dikeluarkan untuk meningkatkan partisipasi pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka, khususnya dalam pembentukan kuorum kehadiran. Pemegang saham dapat melakukan pemberian kuasa secara elektronik kepada pihak ketiga untuk mewakilinya hadir dan memberikan suara dalam RUPS. Adapun pokok-pokok pengaturan dalam POJK ini antara lain sebagai berikut: a. Ketentuan mengenai pemberitahuan mata acara, pengumuman, dan pemanggilan RUPS; b. Kewajiban Perusahaan Terbuka untuk menyediakan alternatif pemberian kuasa secara elektronik bagi pemegang saham untuk hadir dan memberikan suara dalam RUPS; c. Pemberian kuasa secara elektronik dilakukan dengan menggunakan Sistem Penyelenggaraan RUPS Secara Elektronik (e-RUPS) yang disediakan oleh Penyedia e-RUPS atau sistem yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka; d. Pihak yang dapat menerima kuasa secara elektronik meliputi: Partisipan yang mengadministrasikan sub rekening efek/efek milik pemegang saham; Pihak yang disediakan oleh Perusahaan Terbuka; atau Pihak yang ditunjuk oleh pemegang saham. e. Kegiatan Penyedia e-RUPS hanya dapat dilakukan oleh Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian yang ditunjuk oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Pihak lain yang disetujui Otoritas Jasa Keuangan. 3. POJK Nomor 16/POJK.04/2020 Tentang Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka Secara Elektronik POJK ini mengatur proses pengambilan keputusan bisnis korporasi yang cepat dan tepat dalam penyelenggaraan RUPS Perusahaan Terbuka melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Perusahaan Terbuka dimungkinkan untuk menyelenggarakan RUPS secara elektronik, sehingga pelaksanaan RUPS dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Secara umum teknis Pelaksanaan RUPS Secara Elektronik adalah sebagai berikut : Tetap mewajibkan RUPS fisik secara terbatas (minimal pimpinan RUPS, 1 anggota direksi dan/atau 1 anggota dewan komisaris, dan profesi penunjang); Pemegang saham diberikan kesempatan untuk hadir secara fisik, sepanjang Perusahaan Terbuka menyediakan kuota tertentu (tidak untuk seluruh pemegang saham); Kehadiran pemegang saham secara elektronik dalam RUPS secara elektronik dapat menggantikan kehadiran pemegang saham secara fisik dan dihitung sebagai pemenuhan kuorum kehadiran; Dalam kondisi tertentu, Perusahaan Terbuka dapat tidak melaksanakan RUPS secara fisik atau melakukan pembatasan kehadiran pemegang saham secara fisik baik sebagian maupun seluruhnya dalam pelaksanaan RUPS secara elektronik; Kondisi tertentu tersebut ditetapkan oleh Pemerintah atau dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan. 4. POJK Nomor 17/POJK.04/2020 Tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha POJK ini dikeluarkan untuk mendukung amanat dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b Perppu No. 1 Tahun 2020 dan merupakan perubahan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama. Perubahan peraturan ini diperlukan untuk menyempurnakan definisi dan prosedur Transaksi Material, memperjelas substansi pengaturan, dan meningkatkan efektivitas pengaturan dalam rangka peningkatan perlindungan pemegang saham publik dan kualitas keterbukaan informasi dalam Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha. Seluruh ketentuan dalam POJK ini berlaku enam bulan setelah diundangkan kecuali pengaturan yang memberikan pengecualian bagi lembaga jasa keuangan dalam kondisi tertentu dari kewajiban melakukan prinsip keterbukaan di bidang Pasar Modal berlaku pada saat POJK ini diundangkan. Adapun pokok-pokok pengaturan dalam POJK tersebut antara lain sebagai berikut: a. Perluasan cakupan definisi Transaksi Material yaitu setiap transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka atau Perusahaan Terkendali yang memenuhi batasan nilai sebagaimana diatur dalam POJK ini; b. Perluasan batasan nilai Transaksi Material, semula nilai transaksi sama dengan 20% atau lebih dari ekuitas Perusahaan Terbuka, menjadi nilai transaksi sama dengan 20% atau lebih dari ekuitas Perusahaan Terbuka dan apabila Perusahaan Terbuka mempunyai ekuitas negatif maka perhitungan nilai transaksi sama dengan 10% atau lebih dari total aset Perusahaan Terbuka; c. Penyempurnaan lingkup Transaksi Material sehingga mencakup antara lain: Transaksi Material yang mengganggu kelangsungan usaha; Transaksi restrukturisasi BUMN; Transaksi yang dilakukan oleh lembaga jasa keuangan dalam kondisi tertentu; dan Dilusi yang nilainya material; Pengaturan dalam POJK memberikan pengecualian bagi lembaga jasa keuangan yang melakukan Transaksi Material dikecualikan dari kewajiban melakukan keterbukaan informasi kepada publik, namun tetap wajib lapor ke OJK. 5. POJK Nomor 18/POJK.03/2020 Tentang Perintah Tertulis Untuk Penanganan Permasalahan Bank POJK ini mengamanatkan OJK untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya di sektor perbankan di tengah ancaman pelemahan ekonomi sebagai dampak penyebaran pandemik virus Covid-19. POJK ini secara umum terdiri dari: a. Ruang lingkup pengaturan berlaku bagi Bank yaitu Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dan kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri; b. Kewenangan OJK memberikan Perintah Tertulis kepada Bank untuk: Melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi; dan/atau Menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi. c. Perintah Tertulis diberikan kepada Bank yang memenuhi kriteria berdasarkan penilaian OJK; d. Kewajiban kepada Bank yang diberikan Perintah Tertulis untuk menyusun rencana tindak, serta melaksanakan dan menjaga kelancaran proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi sesuai dengan rencana tindak; e. Dalam melaksanakan Perintah Tertulis oleh Bank untuk melakukan maupun menerima penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi: Terdapat beberapa penyesuaian terhadap proses penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan/atau integrasi; Bagi BUK atau BUS, berdasarkan persetujuan OJK dapat dikecualikan dari ketentuan mengenai kepemilikan tunggal pada perbankan Indonesia, kepemilikan saham bank umum, dan/atau batas waktu pemenuhan modal inti minimum; Bagi BPR atau BPRS, jaringan kantor tetap dapat dipertahankan sesuai dengan wilayah jaringan kantor BPR atau BPRS yang telah berdiri. (Humas)
Komentar