Menkeu: Utang Bukanlah Tujuan Tetapi Alat Mencapai Kesejahteraan
Ekonomi
Senin, 17 September 2018Ina Parliament. Jakarta,
Sama seperti pengusaha, Sri Mulyani Indrawati (Menkeu) menerangkan, utang atau pembiayaan bukanlah tujuan, melainkan sebuah alat mencapai kesejahteraan. Ia mengatakan, tujuan pembiayaan di dunia usaha misalnya target untuk memajukan usaha, seperti memperluas pasar atau meningkatkan profit.
Sedangkan untuk negara, saat ini masih banyak masyarakat yang membutuhkan pendidikan, kesehatan, konektivitas antar daerah, ataupun tingkat kemiskinan yang masih harus ditekan. Oleh karena itu, pembiayaan merupakan salah satu alat untuk mencapainya selain alat dari penerimaan perpajakan agar negara mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan adil.
“Saya mengharapkan pengusaha bantuin saya untuk menjelaskan,” pesannya kepada para pengusaha kepada 1.200 pengusaha yang hadir pada Seminar Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) di Hotel Kempinski, Jakarta.
Tahun 2019 Pemerintah memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3%. Angka yang dikatakan Menkeu bersifat optimis tetapi tetap realistis. “Tahun depan, negara akan membelanjakan Rp2.439 triliun. Untuk bisa mendanai belanja sebesar itu, penerimaan perpajakan dan non pajak akan mencapai Rp2.142 triliun,” papar Menkeu.
Defisit ditetapkan sebesar 1,84%, lebih kecil dibandingkan dengan tahun ini yang diprediksi masih di atas 2%. Ia menambahkan, defisit ini harus dibuat lebih kecil karena biaya pinjaman akan semakin besar di tengah ketidakpastian global.
“Dengan defisit rendah, kita memiliki kemampuan merencanakan pembiayaan secara jauh lebih aman. Hal ini perlu disampaikan agar masyarakat lebih tenang. Capital dan bond market juga lebih tenang,” tukasnya.
Pada acara yang bertemakan “Peran Serta Dunia Usaha Dalam Membangun Sistem Perpajakan dan Moneter yang Adil, Transparan, dan Akuntabel”, Menkeu turut memaparkan berbagai kebijakan perpajakan untuk meningkatkan gairah dunia usaha seperti tax holiday, tax allowance, kemudahan ekspor, dan pengurangan untuk industri pionir. Ia pun meminta masukan kepada para pengusaha terkait berbagai kebijakan serta pelayanan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. (Harold)
Komentar