Home / Artikel Tito: Kemendagri Jadi Jembatan Agar Program Bansos Dapat Dieksekusi Pemda

Tito: Kemendagri Jadi Jembatan Agar Program Bansos Dapat Dieksekusi Pemda

Tito: Kemendagri Jadi Jembatan Agar Program Bansos Dapat Dieksekusi Pemda

Sosial Budaya

Kamis, 18 Juni 2020

Ina Parliament Jakarta : Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bertugas untuk menjembatani agar skema-skema yang bantuan sosial (bansos) di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dapat dieksekusi di tingkat pemerintah daerah (Pemda).

Hal tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, saat memberikan keterangan pers mengenai progres bansos, di Kantor Presiden, Provinsi DKI Jakarta, Rabu (17/6).

Sementara itu, Tito sampaikan bahwa Pemda juga memiliki anggaran setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan instruksi untuk melaksanakan relokasi dan refocusing anggaran daerah (APBD), maka Mendagri dan Menteri Keuangan juga mengeluarkan peraturan yang dikeluarkan pada hari yang sama yakni 14 Maret 2020.

“Saya mengeluarkan Peraturan Mendagri Nomor 20 Tahun 2020 dan Ibu Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2020 tentang realokasi anggaran APBD. Di situ kita meminta kepada daerah untuk mengalokasikan anggaran khusus penanganan Covid-19 yang menyangkut tiga hal, yaitu masalah kesehatan, peningkatan kapasitas kesehatan, penguatan kesehatan dan lain-lain,” imbuh Mendagri.

Yang selanjutnya, menurut Mendagri adalah jaring pengaman sosial (social safety net) dan membantu dunia usaha ekonomi agar tetap survive, sehingga jangan sampai mati di daerah masing-masing.

“Sehingga teralokasi anggaran total sebanyak Rp72,63 triliun di APBD daerah masing-masing yang terbagi dalam tiga hal, yang pertama untuk kesehatan itu lebih kurang Rp28,71 triliun atau 39,2 persen, kemudian untuk jaring pengaman sosial sebanyak Rp27,84 triliun atau 38,3 persen, dan untuk mendukung atau menahan dampak ekonomi sebanyak Rp16,08 triliun atau 22,2 persen,” jelas Mendagri.

Menurut Mendagri, masih ada alokasi anggaran yang dicadangkan oleh daerah dalam bentuk namanya Belanja Tidak Terduga (BTT) yang totalnya sebanyak Rp23 triliun.

Ini, lanjut Mendagri, merupakan cadangan daerah-daerah dalam rangka menghadapi tiga hal itu ke depan sehingga untuk jaring pengaman sosial Rp27,84 triliun daerah-daerah juga melaksanakan pemberian bantuan baik dalam bentuk langsung tunai maupun nontunai.

Problemnya, menurut Mendagri, melakukan sinkronisasi antara skema-skema yang diberikan pusat melalui koordinasi Menko PMK dengan bantuan yang diberikan Kepala Daerah sehingga salah satu tugas daripada Kemendagri adalah menjembatani ini dan memang tidak mudah karena dampaknya terjadi sangat cepat sekali.

“Kita tahu bahwa yang PHK, yang lain-lain dari tadinya keluarga yang tidak masuk kategori kurang mampu menjadi kurang mampu terjadinya sangat cepat sekali dan jumlahnya yang terdampak hitungannya jutaan,” kata Mendagri.

Dukungan Kemendagri yang utama, menurut Tito, adalah Dirjen Dukcapil, karena 99 persen warga negara Indonesia itu sudah terekam dalam database dukcapil, kecuali beberapa daerah di daerah-daerah pegunungan di Papua.

Database ini, menurut Mendagri, dijadikan data untuk menyempurnakan atau validasi data untuk data terpadu di DTKS dan juga dimanfaatkan untuk memverifikasi data oleh Kementerian Kesehatan, penanganan pasien Covid-19, Kemenko Ekonomi untuk Kartu Prakerja, dan beberapa daerah banyak yang mengakses untuk penyaluran bansos di daerah masing-masing, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Semarang dan lain-lain.

Nah, ini di samping itu kami juga meminta kepada rekan-rekan Kepala Daerah untuk melaksanakan validasi data. Nah, ini persoalan karena data yang ada di tingkat pusat ini berlaku secara bottom-up,” ungkap Mendagri.

Jadi, Mendagri sampaikan data yang berasal dari desa ke kelurahan, naik ke kecamatan, kemudian ke tingkat II kabupaten/kota, provinsi, baru nanti tingkat pusat sehingga dalam proses ini tentu membutuhkan koordinasi cepat.

“Nah, ini masalahnya ada yang cepat, ada juga yang lambat. Karena harus datanya salah satu memang penyalurannya harus cepat dan tepat sasaran. Nah, untuk bisa cepat dan tepat sasaran di bawah juga harus memberikan purging data validasi yang cepat dan tepat penerima manfaatnya,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa problem ini karena menyangkut 548 pemda, kota dan kabupaten, serta provinsi yang menyangkut kecamatan dengan jumlah lebih dari 6.000 dan desa lebih dari 70.000 sehingga tidak gampang, tapi semua bekerja keras.

Oleh karena itulah, Mendagri sampaikan di sini peran Kepala Daerah menjadi sangat penting untuk bisa menyinkronkan karena memiliki kewenangan diskresi terkait data agar memvalidasi dengan cepat, mengirimkan, setelah itu menyesuaikan dengam semua skema yang masuk ke daerahnya masing-masing, bagian dari pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, dan desa.

“Saya pribadi selaku Mendagri menyampaikan apresiasi kepada teman-teman Kepala Daerah yang mampu untuk mengelola tanpa ada gaduh-gaduh dan tepat sasaran, bisa diatasi, bahkan lubang-lubang yang mungkin celah-celah yang sangat mungkin terjadi itu bisa ditutup oleh teman-teman Kepala Daerah dengan skema yang ada di dalam kewenangannya,” jelasnya.

Daerah-daerah, lanjut Mendagri, yang Kepala Daerahnya mampu melakukan inovasi, kreasi dan menutup persoalan itu enggak ada masalah, tapi kalau seandainya ada yang pasif, inilah terjadi saling menyalahkan.

Pada kesempatan itu, Mendagri mengimbau Kepala Daerah agar mampu berkreasi dan berinovasi dengan kompleksnya permasalahan yang dihadapi dalam penyaluran bansos ini ada tingkat pusat, provinsi, kabupaten, desa sehingga betul-betul prinsip transparansi dan kecepatan benar-benar bisa dilakukan.

Kemendagri, menurut Tito, juga mendukung upaya-upaya untuk penyaluran dana desa sebagaimana diketahui bahwa Presiden juga menginstruksikan agar sebagian dialokasikan untuk bantuan langsung tunai.

Nah oleh karena itu, Mendagri sampaikan bahwa di desa ini untuk programnya diatur oleh Mendes PDTT kemudian untuk perangkat desanya oleh Dirjen Bina Pemerintahan Desa, Kemendagri untuk pembinaan perangkat desanya yang perlu disinkronisasi.

Kemendagri, menurut Tito, dari awal sudah melakukan sinkronisasi membuat tim terpadu dengan Kemendes PDTT sehingga terjadi percepatan-percepatan meski ada ada hambatan terkait Peraturan Menteri Keuangan yang menyebutkan bahwa dana desa bisa dicairkan ke desa kalau ada validasi dan setelah ada validasi surat dari Kepala Daerah tingkat II masing-masing karena ada 160 kabupaten yang terlambat.

“Oleh karena itu, kita membentuk tim bersama dengan Kemendes untuk menyampaikan katakanlah menggedor pintu teman-teman Bupati, 160 kabupaten. Kita membuat 16 tim, satu tim itu menggedor 10 supaya cepat, tapi rupanya masih ada yang lambat,” ungkap Mendagri.

Setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, Menko PMK dan Menteri Desa aturan yang diubah yakni bupati cukup memberikan surat kuasa, jadi hanya sepotong surat kuasa setelah desa melaksanakan musyawarah desa dan membuat APBDes (Anggaran Pendapatan Belanja Desa).

“Nah, begitu APBDes sudah ada melalui musyawarah desa, kemudian cukup surat kuasa dari Bupati, Ibu Menteri Keuangan mengeluarkan revisi Peraturan Menteri Keuangan. Dan ini memotong birokrasi sehingga prosedurnya bisa cepat,” jelasnya.

Akhirnya dari 15 persen, lanjut Mendagri, karena ada peraturan yang dipotong dan percepatan tim-tim ini sehingga lebih dari 95 persen saat ini BLT dana desa sudah sampai.

Ada beberapa daerah yang memang belum, lanjut Mendagri, seperti daerah-daerah yang permasalahan desanya tadi belum clear seperti desa di daerah eks daerah Lapindo, kemudian juga beberapa daerah di Papua.

“Nah, ini kami sudah sepakat tadi akan ada langkah di eselon I di Kemendagri, Dirjen Pemdes bersama dengan eselon I di Mendes, dan akan berkoordinasi dengan eselon I yaitu Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan,” katanya.

Pilihannya, menurut Mendagri, cukup APBDes dengan surat. Ia menambahkan kalau memang cukup, APBDes dengan surat kuasa dari Bupati, maka tim dari Kemendagri akan mengejar kepada mereka.

Namun, Mendagri sampaikan jikalau tidak perlu surat dari Bupati, aturannya bisa dibuat lebih fleksibel oleh Kementerian Keuangan, maka dapat dilakukan dan kemudian tentunya juga koordinasi dengan BPKP dan BPK setelah itu bisa disalurkan melalui mekanisme revisi tersebut.

Sekali lagi, Mendagri sampaikan akan bekerja keras dan cepat agar 3 instansi ini, yaitu Kemendagri, Kementerian Desa serta Kementerian Keuangan bisa membuat prinsipnya yakni cepat, tapi juga akuntabel.

Ini rekan-rekan sekalian,

Kemendagri, menurut Tito, akan berusaha betul sekuat tenaga untuk mendukung skema-skema penyaluran bansos di tingkat pusat, baik yang dilakukan oleh Menteri Sosial, Menteri Desa, Menteri Agama, Mendikbud, Kementerian Pertanian serta ada kementerian lainnya juga dengan skema berbeda seperti Kemenko Perekonomian dengan Kartu Prakerja.

“Kita mendukung melalui validasi data dan juga menjembatani ke daerah. Kemudian untuk daerah untuk desa saya kira sudah cukup bagus penyalurannya cepat ini, tinggal kita ke depan terus melakukan validasi data dan upaya-upaya untuk mensinkronisasi antara skema pusat dan skema di daerah,” jelas Mendagri. (Humas)

Komentar

  • Belum Ada Komentar

Tambahkan Komentar

Kontak

Head Office : Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta 10270.
Editorial dress : Jl Matraman Raya No.67 Jakarta Timur 13140
Workshop : Jl. Kayumanis X no.17B/8 Matraman Jakarta 13130
( 021) 22986556 Fax. ( 021 ) 85905225 Hotline : 085256800088
085256800088
admin@inaparliamentmagazine.com / harling@inaparliamentmagazine.com