Produksi Manufaktur Indonesia Terbesar di ASEAN
Ekonomi
Rabu, 14 Februari 2018Ina Parliament.Jakarta,
Indonesia dinilai sudah menjadi basis produksi manufaktur terbesar di ASEAN. Hal ini seiring dengan upaya pemerintah saat ini yang ingin mentransformasi ekonomi agar fokus terhadap pengembangan industri pengolahan nonmigas. “Jadi, kita telah menggeser dari commodity based ke manufactured based,” tegas Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat ditemui di Jakarta, Minggu (11/2).
Manufaktur menjadi kunci penting guna memacu perekonomian nasional karena lebih produktif dan memberikan efek berantai yang luas. Menurut Menperin, industri mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan devisa dari ekspor, serta penyumbang terbesar dari pajak dan cukai. “Jangan sampai kita terus mengekspor sumber daya alam mentah kita tanpa pengolahan,” ujarnya.
Apabila dilihat dari sisi pertumbuhan manufacturing value added (MVA),
Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN. MVA
Indonesia mampu mencapai 4,84 persen, sedangkan di ASEAN berkisar 4,5 persen.
Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9 dunia.
“Ekonomi Indonesia berbeda dengan negara ASEAN yang lain, disebabkan sekarang
Indonesia sudah masuk dalam one trillion dollar club,” jelas
Airlangga. Untuk itu, pemerintah menitikberatkan pada pendekatan rantai pasok
industri nasional agar lebih berdaya saing di tingkat domestik, regional, dan
global.
Ekonomi bergeser ke pasifik. Di Jepang manufakturnya sekitar 0,2 persen karena basis produksinya di luar Jepang,” kata Menperin. Langkah pemerintah Indonesia yang sedang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan menggenjot sektor industri manufaktur juga dilakukan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara, seperti Filipina dan Vietnam.
“Bahkan, beberapa negara ASEAN sudah membuat roadmap Industry 4.0. Kita juga catching up di era ekonomi digital ini,” imbuhnya. Menurutnya, kekuatan ekonomi Indonesia 80 persen berbasis pasar dalam negeri dan sisanya ekspor. Hal ini tidak sama dengan Singapura atau Vietnam yang hampir keseluruhannya berorientasi ekspor.
“Perbedaannya, kita punya domestic market yang besar. Ini
aset penting kita, selain orientasi ekspor juga perlu
menjaga potensi domestik,” tuturnya. Terlebih lagi, peluang ekspor industri
manufaktur nasional masih terbuka lebar khususnya ke pasar ASEAN. Sebanyak 50 pabrik
Indonesia telah beroperasi di Vietnam dan Thailand. Potensi ekspor nasional
bisa lebih ditingkatkan terutama melalui pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Airlangga pun mencontohkan, industri kemasan, makanan hingga semen yang
keberadaannya harus dekat dengan konsumen, tidak efisien lagi untuk ekspor menggunakan
transportasi karena tidak sebanding biayanya.
“Maka dia harus ekspansi dalam bentuk corporate action. Di situ
Kemenperin terus dorong. Beberapa perusahaan telah membuka pasar baru seperti
di Nigeria. Kita sudah ada pabrik makanan di sana, dan rencana baru akan
ekspansi lagi perusahaan berbasis pupuk,” ungkapnya. Menperin menambahkan,
pemerintah tengah berupaya memperbaiki sejumlah regulasi untuk semakin
menggenjot ekspor Indonesia. Misalnya, Kemenperin telah mengusulkan kepada
Kementerian Keuangan mengenai revisi perpajakan agar sedan tidak dimasukkan
lagi ke dalam kategori kendaraan mewah.
“Kami ingin revisi struktur perpajakan
industri otomotif, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Kami
berharap untuk sedan tidak lagi jadi barang mewah,” ucapnya.
Usulan Kemenperin tersebut ditargetkan bisa dirampungkan Kemenkeu pada bulan
depan. “Mungkin kuartal I ini bisa diselesaikan. Draftnya sudah dikirim dari
tahun kemarin,” lanjut Airlangga. Menurutnya, jika tarif PPnBM sedan bisa
diturunkan dan setara dengan produk mobil jenis lain, harga jualnya akan lebih
terjangkau untuk pasar Indonesia.
Selain itu, produsen otomotif nasional akan
semakin banyak memproduksi jenis sedan untuk kebutuhan pasar ekspor. “Salah
satu sasarannya adalah Australia, karena pabrik mobilnya di sana sudah banyak
tutup. Nah, ini kesempatan yang bagus bagi Indonesia untuk masuk di pasar
Australia,” paparnya. (Ari)
Komentar