Hergun: Presiden Jokowi Seperti Kerja Sendiri
Politik
Selasa, 30 Juni 2020Ina Parliament Jakarta : Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan merasa kasihan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terkesan kerja sendirian menghadapi situasi krisis akibat pandemi virus Corona (Covid-19). Terutama terhadap tim ekonomi pemerintah akibat rendahnya realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sudah dianggarkan ratusan triliun.
“Presiden, kok kayak kerja sendiri. Mana program PEN? Penyerapan anggaran kesehatan masih 1,8 persen, likuiditas perbankan, UMKM? Menurut Gubernur Ban Indonesia, warung di BI belum laku. Lah, kok begitu. Seolah mempertegas kurangnya koordinasi di dalam Komite Siatem Stabilitas Keuangan (KSSK).” ucap Hergun, saat diwawancara Parlementaria, khusus via Whatsapp, Senin (29/6/2020).
Hergunmenuturkan, berdasarkan penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 16 Juni lalu di media, stimulus bidang kesehatan yang dianggarkan sekitar Rp 75 triliun baru terealisasi 1,54 persen. Kemudian, stimulus di bidang perlindungan sosial, realisasinya sudah 28,63 persen. Untuk insentif dunia usaha, realisasinya baru 6,8 persen, dukungan untuk UMKM realisasinya juga masih 0,06 persen.
Sementara itu, untuk pembiayaan korporasi realisasinya juga masih 0 persen. “Benarkah serapan rendah karena tidak kerja, ataukah belum ada uangnya?" tukas politikus Partai Gerindra ini. Diketahui, Presiden Jokowi juga menginstruksikan supaya belanja-belanja di kementerian yang dilaporkan masih biasa-biasa saja segera dikeluarkan dan dibelanjakan secepat-cepatnya.
Menurut Hergun, hal itu penting karena semakin cepat uang beredar di tengah masyakat, akan membantu pemulihan ekonomi nasional karena sisi konsumsi juga meningkat. Apalagi anggaran penanganan dampak pandemi Covid-19 dianggarkan sebesar Rp 686,2 triliun. Rinciannya, bidang kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,90 triliun, UMKM Rp 123,46 triliun, dan insentif usaha Rp 120,61 triliun. Sementara sektoral kementerian/lembaga dan Pemda Rp106,11 triliun serta pembiayaan korporasi Rp 44,57 triliun.
Legislator asal Sukabumi ini menyebutkan, saat ini perekonomian sedang menurun. Pertumbuhan ekonomi kuartal I tahun 2020 merosot menjadi 2,97 persen. Kredit-kredit juga sedang dilakukan restrukturisasi, seperti UMKM yang jumlahnya diperkirakan mencapai Rp 400-500 triliun. Jadi, situasi perbankan hari-hari ini sensitif baik terhadap likuiditas maupun kualitas kredit.
“Krisis kali ini berbeda dengan krisis-krisis sebelumnya. Namun yang namanya perilaku pemilik uang tetap sama. Air mengalir ke tempat yang lebih rendah. Nasabah pastinya akan memilih bank dengan risiko lebih kecil," jelasnya. Menurutnya, krisis bukan tidak mungkin terulang di tahun 2020 jika tidak menjaga suasana confidence di industri keuangan, khususnya perbankan. Situasi memang belum krisis, tetapi krisis bisa dipicu dari sini.
Oleh karena itu, lanjut Hergun, psikologis nasabah harus dijaga. Bank sekecil apa pun yang jatuh akan menimbulkan luka bagi kepercayaan nasabah, kecuali ada penjaminan 100 persen. Jika hal itu terjadi maka akan seperti teori domino, roboh satu mengajak roboh lainnya. Ia menambahkan, persoalan flight to quality ini sedang menunggu momentum untuk bergerak. Siklus krisis Covid-19, keuangan, sosial, dan terakhir krisis politik.
“Kita semua harus menjaga agar tidak sampai masuk ke krisis keuangan. Jika toh harus kena, tetapi tidak menghancurkan seperti tahun 1998 lalu. Sudah waktunya pula, kita semua punya sense of crisis," tandas Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini. (Humas)
Komentar