Ina Parliament Jakarta : Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Willy Aditya menjelaskan, dalam Undang-Undang Cipta Kerja tidak semata mengatur soal buruh. Di dalam UU tersebut hal utama yang menjadi sorotan adalah kemudahan orang berusaha dan membuka lapangan kerja di Tanah Air. UU ini juga bicara petani, masyarakat adat, UMKM, koperasi, hingga digitalisasi siaran.
Menurutnya, amat sayang dilewatkan jika perhatian publik hanya tertuju pada satu klaster saja. "Kesemua ini seolah luput dari perhatian dari banyak kalangan, tertelan isu relasi ketenagakerjaan tadi," ungkap Willy kepada Parlementaria Selasa (13/10/2020).
Pasca disahkan oleh DPR RI pada 5 Oktober 2020 lalu, UU ini mendapat respon beragam dari berbagai kalangan ada yang pro ada juga yang kontra, bahkan memicu gelombang demonstrasi di berbagai daerah. "Sebagai bagian dari dinamika bernegara dan berdemokrasi tentu hal tersebut adalah biasa. Kenyataan tersebut justru menunjukkan terjaminnya hak konstitusional warga," ujar Willy.
Wakil Ketua Panja RUU Cipta Kerja ini juga mengungkapkan, narasi yang mencolok dari serangkaian gelombang aksi yang berlangsung sehari setelah disahkan, berlokus pada soal-soal relasi ketenagakerjaan dengan pengusaha. Sebuah term klasik sekaligus klise. Namun inilah yang membuat kaum buruh selalu punya stamina untuk selalu bereaksi. Sedari awal, buruh memang telah mendapatkan tempat spesial dalam telaah politis-ideologis yang memungkinkan ia selalu ambil bagian dalam dinamika sosial dan politik.
Dia pun menegaskan kembali, hendaknya publik juga memberikan perhatian pada hal lain yang diatur dalam UU tersebut. Jika ditelaah UU Ciptaker telah memberikan dukungan terhadap kemudahan berusaha dan investasi, online single submission (OSS) diakui sebagai upaya untuk meringkas dan mempercepat proses perijinan.
"Perizinan berusaha selalu berbasis risiko. Semakin sedikit persyaratannya maka semakin rendah risikonya. Persoalan tumpang tindih peraturan, pungli, pemerasan, politisasi perizinan, dan berbagai masalah dalam hal perizinan, diharapkan bisa hilang dengan pengaturan demikian," papar Willy.
Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem ini juga mengungkapkan bahwa UU Ciptaker memastikan bahwa investasi bukan hanya dinikmati oleh usaha-usaha besar melainkan juga UMKM dan koperasi. Demikian juga halnya dengan kemudahan usaha bagi sektor riil dan sektor kerakyatan. Dalam persoalan agraria, UU Ciptaker juga telah menghilangkan ancaman pidana bagi masyarakat yang tinggal turun temurun dalam kawasan hutan dan beberapa ketentuan yang mempertimbangkan hak masyarakat adat.
"Klausul ini setidaknya telah meminimalisir konflik agraria dan kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang kerap terjadi di banyak wilayah. Lewat one map policy (OMP), UU ini telah membangun kepastian hukum terkait penggunaan hutan oleh masyarakat. Wujudnya adalah adanya pengaturan tentang perhutanan sosial, berkenaan dengan status kawasan yang telah terlanjut didiami turun-menurun," jelas Willy.
Lebih lanjut dia memaparkan, di sektor teknologi informasi, terus tertundanya digitalisasi siaran di Tanah Air, membuat penikmatan terhadap digital deviden, terus tertunda. Pengembangan usaha digital dari sisi konten maupun penyelenggara siaran pun terhambat. Dan kabar baik pun datang, UU Ciptaker telah memastikan analog switch off (ASO) segera dilakukan, paling lambat dua tahun setelah UU ini diundangkan. (Humas)