Ina Parliament. Jakarta,
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menerangkan, membaca ulang Indonesia adalah melawan arus politik identitas yang kini semakin merebak. Narasi kebangsaan yang bersifat toleran, terbuka dan menghargai perbedaan harus terus tumbuh dan berkembang. Hal ini secara filosofis tersirat jelas dari makna Bhineka Tunggal Ika dan direkatkan oleh Pancasila sebagai penopang rumah besar Indonesia.
“Membaca Indonesia hari ini pada dasarnya adalah bagaimana menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila ke ruang publik secara masif dengan memanfaatkan ruang maya dan media-media kreatif. Pancasila sebagai perekat harus terus kita rawat dan jaga untuk membendung gelombang politik identitas yang menganggu rasa kebangsaan,” tegasnya saat menjadi narasumber Bincang Kebangsaan dan Peluncuran Buku Redaksi Kompas berjudul ‘Membaca Indonesia. Menyatukan Kepingan dan Bincang Kebangsaan’ di Jakarta, Senin (13/8).
Mantan Ketua Komisi III DPR RI ini optimis, di relung sudut hati terdalam setiap masyarakat Indonesia pasti merindukan kedamaian hidup. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia mempunyai akar sosio historis yang kuat. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 misalnya, menjadi titik kepeloporan pemuda dalam revolusi yang menyatakan bertumpah darah satu, berbangsa satu, menjunjung tinggi bahasa persatuan, Indonesia.
“Usai Proklamasi 17 Agustus 1945, pluralisme semakin menjadi kekuatan utama kita dalam mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Lantas kenapa di era milenium ini kita justru meninggalkan pluralisme? Kita seperti lupa akar sejarah bangsa yang majemuk. Padahal, kemajemukan inilah yang sejak dulu menjadi kekuatan utama kita, baik dalam melawan penjajah maupun dalam mengisi kemerdekaan,” jelas Bamsoet, sapaan akrabnya.
Menyikapi hal ini, legislator dari Dapil Jawa Tengah VII yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Kebumen dan Banjarnegara ini menegaskan, DPR RI akan terus melakukan counter narrative terhadap setiap gagasan dan aksi yang mengancam pluralisme. Dengan demikian, spirit nilai-nilai Pancasila sebagai bagian dari narasi kebangsaan akan terus dibumikan.
“Mari jaga bangsa dan negara kita sebaik mungkin. Jangan khianati nenek moyang yang sudah menghadirkan kedamaian di bumi pertiwi. Kita punya tugas mulia memberikan tauladan sekaligus mewariskan Indonesia yang berkeadaban kepada para anak-anak kita. Jangan biarkan karena hasrat politik segelintir orang justru akan merobek ‘Merah Putih’ yang kita cintai," pungkas Wakil Ketua Umum KADIN ini.
Dalam acara tersebut, turut hadir sebagai pembicara lain, diantaranya Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Ketua KPK Agus Rahardjo, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Ketua PBNU Marsudi Syuhud dan Deputi IV Kantor Staf Presiden Eko Sulistyo.(Q1Q1)
Sumber : https://inaparliamentmagazine.com/membendung-gelombang-politik-identitas-dengan-pancasila-sebagai-perekat-detail-401589