INTEGRASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DALAM RENCANA TATA RUAN

INTEGRASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DALAM RENCANA TATA RUAN

Ina Parliament Jakarta   Undang Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan mengamanatkan kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menetapkan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dengan tujuan tersedianya tanah pertanian yang cukup untuk menjamin kecukupan, kemandirian, dan kedaulatan pangan. Tidak hanya itu, UU ini juga mengamanatkan agar pemerintah pusat dan daerah merencanakan LP2B untuk disusun baik di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota.

Namun saat ini, baru sekitar 218 kabupaten/kota (43%) yang telah menetapkan LP2B. “Kementerian ATR/BPN sebenarnya sudah menetapkan kebijakan antara/peralihan bagi daerah yang belum memasukkan LP2B ke dalam rencana tata ruang sebagai antisipasi lamanya proses penyusunan (perubahan) RTR tersebut. Kebijakan antara/peralihan dimaksud adalah melalui Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No.19 Tahun 2016 bahwa untuk melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang belum dimasukkan ke dalam rencana tata ruang, harus disusun dan ditetapkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B),” ungkap Direktur Jenderal Tata Ruang, Gabriel Triwibawa pada pada Kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan (Rakorwas) Alih Fungsi Lahan Pertanian di Yogyakarta, Senin (27/3/2023).

Adapun jika di suatu wilayah belum terdapat RTRW, maka penetapan KP2B di tingkat nasional seluruh Indonesia dapat diatur oleh Pemerintah Pusat; di tingkat provinsi dituangkan dalam Peraturan Gubernur; dan di tingkat kabupaten/kota dituangkan dalam Peraturan Bupati/Wali Kota. Sedangkan LP2B dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LCP2B) di tingkat kabupaten/kota melalui Peraturan Bupati/Wali Kota.

Perlindungan terhadap lahan pertanian pangan berkelanjutan juga turut diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah dan Permen ATR/KBPN No. 12 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Verifikasi Data Lahan Sawah Terhadap Data Pertanahan dan Tata Ruang, Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi, dan Pemberian Rekomendasi Perubahan Penggunaan Tanah pada Lahan Sawah yang Dilindungi. Kedua produk hukum tersebut menjadi dasar hukum antara/peralihan bahwa untuk melindungi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang belum dimasukkan ke dalam RTRW/RDTR, maka harus disusun dan ditetapkan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi (PLSD).

Peta LSD berfungsi sebagai bahan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan pada rencana tata ruang wilayah dan rencana rinci tata ruang. Tanah yang sudah ditetapkan dalam Peta LSD dilarang untuk dialihkan kecuali mendapat Rekomendasi Menteri ATR/Kepala BPN untuk kepentingan umum, infrastruktur bencana, dan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Pada kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Yogyakarta, KGPAA Paku Alam X mengatakan bahwa pengawasan alih fungsi sangatlah penting dalam menekan penyusutan sawah yang lebih besar. Ia berharap Rakorwas Pengendalian yang dimulai dari Yogyakarta ini dapat menghasilkan rekomendasi yang konkret untuk pengendalian alih fungsi lahan.
“Karena itu pentingnya memperkuat semangat sinergitas untuk sama-sama mengendalikan alih fungsi ini,” ujarnya. (Humas)

Sumber : https://inaparliamentmagazine.com/integrasi-lahan-pertanian-pangan-berkelanjutan-dalam-rencana-tata-ruan-detail-447359